Salah satu permasalahan penting fiqih yang perlu untuk diketahui adalah hukum
zakat bagi orang yang mempunyai piutang pada orang lain. Contoh kasus ialah
Ahmad mempunyai emas simpanan sebanyak 85 gr, namun dari 85 gram itu 10 gramnya
dipinjam oleh Sufyan dan belum dikembalikan sampai satu tahun. Padahal, untuk
saat ini, nishab zakat ialah 85 gram tersebut. Maka pertanyaan yang muncul
ialah ‘apakah Ahmad tetap wajib zakat apabila ia mempunyai piutang kepada orang
lain?’
Imam Al Mawardi menerangkan bahwa piutang itu dapat dibagi menjadi dua,
piutang yang dapat disegerakan dan piutang yang tidak dapat disegerakan.
Piutang yang dapat disegerakan itu mempunyai 4 macam. Dan setiap macam
mempunyai hukum tersendiri. 4 macam itu ialah :
1. Piutang kepada orang yang
mampu untuk membayar hutang tersebut dan mengakui bahwa ia punya hutang kepada
orang tersebut, pemberi utang pun dapat menagih hutang tersebut kapan saja ia
mau. Maka apabila seperti ini, maka sang pemberi hutang tetap wajib untuk
membayar zakat. Hal ini dianalogikan dengan titipan (wadiah) kepada
orang lain.
2. Piutang kepada orang yang
secara dhahir ia itu mampu untuk membayar hutang dan mengakui bahwa ia punya
hutang kepada orang tersebut. Namun, sejatinya ia tidak mau untuk membayar,
baik karena memang sebenarnya tidak punya uang untuk membayar hutang tersebut,
atau sebenarnya punya uang namun ia enggan untuk membayarnya. Maka dalam
keadaan seperti ini, pemberi hutang tidak wajib untuk membayar zakat karena ia dianggap
tidak mampu untuk memiliki harta tersebut. Namun, apabila sudah bisa menagih
hutang tersebut, ia wajib membayar zakat tahun-tahun sebelum ini. Dimulai dari
tahun dimana ia sudah sampai pada nishab.
3. Piutang kepada orang yang
mampu untuk membayar namun ia menolak bahwa ia punya hutang kepada orang
tersebut. Maka dalam keadaan ini, ia tidak wajib zakat sampai pemberi hutang
mampu untuk menagih hutang tersebut. Hal ini dianalogikan dengan harta yang
diambil paksa (ghasab) oleh orang lain.
4. Piutang kepada orang yang
mengakui bahwa ia mempunyai hutang kepada orang tersebut, namun ia tidak mampu
untuk membayarnya, maka dalam hal ini pemberi hutang tidak wajib untuk membayar
zakat. Hal ini juga dianalogikan dengan harta yang dighasab oleh orang lain.
Adapun hutang yang tidak dapat disegerakan maka ia tidak wajib zakat
sama sekali.
Sumber :
Al Hawi AL Kabir,
susunan Al Mawardi
Suka menulis, membaca dan belajar. Alumni Islamic University of Madinah dan kini sedang melanjutkan study di fakultas Studi Islam UMJ.