Salah satu hak yang wajib dilakukan oleh setiap muslim kepada jenazah ialah mensholati jenazah tersebut. Namun terkadang, sholat jenazah itu tidak bisa dilakukan sebelum jenazah itu dikubur. Ada sebagian orang yang terlambat atau bahkan tidak bisa menghadiri prosesi shalat jenazah. Maka, di sinilah ada sebuah shalat yang biasa disebut dengan shalat ghaib. Shalat ghaib ialah shalat yang dilakukan untuk menshalati seorang jenazah, namun jenazah itu tidak ada di hadapan orang tersebut. Lantas pertanyaan yang muncul ialah, apakah seseorang boleh melaksanakan shalat ghaib? Kalau boleh, bagaimana hukumnya dan kapan waktu maksimal melaksanakan sholat itu ?
Hukum Shalat Ghaib
Ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat ghaib. Madzhab Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa shalat ghaib itu boleh dilaksanakan. Mereka berdalih bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan shalat ghaib untuk Raja Najasyi. Karena Nabi melakukan hal itu, maka hal itu boleh dilakukan (Al Majmu Syarhul Muhadzdzab, 5/247). Namun bagi madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, shalat ghaib itu tidak diperuntukkan untuk umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Meskipun Nabi pernah melakukan hal itu, namun hal itu khusus untuk Nabi. Buktinya, tidak ada riwayat dari shahabat yang pernah melakukan shalat ghaib sepeninggal beliau. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa ketika Najasyi meninggal, bumi itu oleh Allah SWT dilihat. Sehingga jarak antara Najasyi dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menjadi sangat dekat (Jawahirud Durar, 2/558).
Imam An Nawawi menyanggah alasan Hanafiyyah tentang bumi dilipat sehingga jarak antara Nabi dengan Najasyi menjadi sangat dekat dengan mengatakan bahwa pendapat Abi Hanifah ini tidak bisa dibenarkan. Apabila alasan ini dibenarkan, maka akan banyak hukum syariat yang gugur dengan alasan ada hal ghaib yang tidak kita ketahui dibalik itu semua. Selain itu, kalau pun itu ada haditsnya, maka hadits itu dhaif dan tidak bisa dijadikan dalil (Al Majmu Syarhul Muhadzdzab, 5/253).
Karena tidak ada dalil khusus itu lah, Shalat ghaib ini boleh dilakukan
Imam Al Baghawi juga membantah pendapat Hanafiyah dan Malikiyah dengan mengatakan bahwa tidak mungkin sholat ghaib ini khusus untuk Nabi. Buktinya, ketika melakukan ibadah ini, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sholat berjamaah bersama shahabat. Selain itu, hukum mengikuti Rasulullah terutama dalam hal ibadah itu wajib, selama tidak ada dalil yang menunjukan hal itu khusus untuk beliau. Karena tidak ada dalil khusus itu lah, Shalat ghaib ini boleh dilakukan (Mawahibul Jalil, 1/375)
Sampai Kapan Boleh Melaksanakan Shalat Ghaib
Ulama yang membolehkan sholat ghaib sepakat bahwa shalat ghaib boleh dilakukan semenjak mayat itu selesai dimandikan. Dengan syarat, ia tidak bisa menshalati mayat tersebut secara langsung. Baik karena berbeda kota atau hal lain. Yang menjadi perbedaan ialah sampai kapan boleh melaksanakan Shalat ghaib ?
Imam An Nawawi kembali menjelaskan bahwa setidaknya ada lima pendapat berkaitan dengan hal ini. Pertama, boleh melaksanakan sholat ghaib sampai satu bulan sepeninggal mayat tersebut. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh beliau, ketika menshalati Umma Ma’bad setelah satu bulan sepeninggalnya. Kedua, boleh melakukan shalat ghaib selama mayat belum terurai dengan tanah. Hal itu karena, apabila mayatnya sudah terurai, apa lagi yang akan dishalati ? Ketiga, tiga hari sepeninggal mayat. Keempat, waktu maksimal melaksanakan Shalat ghaib ialah di hari meninggalnya mayat. Kelima, tidak ada waktu batasan maksimal dalam melaksanakan sholat ghaib. Kalau anda mengambil pendapat kelima, maka sekarang anda boleh melakukan shalat ghaib untuk Nabi dan para shahabat. Namun, ulama sepakat bahwa hal itu tidak boleh dilakukan, sehingga pendapat kelima ini tidak bisa dipertanggungjawabkan (Al Majmu Syarhul Muhadzdzab, 5/247).
Imam An Nawawi kembali menjelaskan bahwa setidaknya ada lima pendapat berkaitan dengan hal ini.
Dalam kitab Syarah Zadul Mustaqni disebutkan, dari kelima pendapat itu, yang paling bisa dipertanggungjawabkan ialah pendapat yang mengatakan bahwa waktu maksimal melaksanakan Shalat ghaib ialah satu bulan sejak mayat meninggal. Namun, hal ini berlaku selama jasad mayat dirasa belum musnah. Apabila sudah musnah, maka tidak boleh melaksanakan Shalat ghaib (Syarah Zadul Mustaqni, 5/346). Wallahu a’lam. []
Suka menulis, membaca dan belajar. Alumni Islamic University of Madinah dan kini sedang melanjutkan study di fakultas Studi Islam UMJ.