Bilal
Fahrur Rozie
Mahasiswa
Islamic University of Madinah
Ada sebuah postingan tentang haramnya seseorang untuk mengucapkan
selamat Natal. Sebenarnya mengapa kita tidak boleh mengucapkan selamat Natal
itu? Toh, itu pun sama saja dengan ucapan selamat ulang tahun atau ucapan
selamat yang lain. Insyaallah di artikel ini, kita akan membahas hal tersebut
lebih jauh.
Hakekat Ucapan Selamat
Kata ‘selamat’ itu pada hakekatnya mengandung makna ‘pengakuan’ dan
‘rela’ atas suatu hal. Ketika ada seseorang yang mengucapkan ‘selamat wisuda’
kepada temannya misalnya, maka secara tidak langsung ia mengakui bahwa temannya
tersebut memang benar-benar telah diwisuda dan ia juga rela atas wisuda
temannya tersebut.
Itulah mengapa, ketika Joe Biden dinyatakan menang dalam pemilu Amerika
Serikat dan Donald Trump belum mengucapkan selamat atas kemenangannya, maka ia
seakan belum ‘mengakui’ bahwa Biden adalah pemenang pada pemilu tersebut dan
belum ‘rela’ bahwa kursi kepresidenannya akan digantikan oleh Biden.
Hakekat Hari Natal
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa natal ialah
kelahiran Isa Al-Masih (Yesus Kristus). Sedangkan hari Natal ialah hari raya
untuk memperingati kelahiran Isa Al Masih (Yesus Kristus). [1]
Orang Nashrani meyakini bahwa kelahiran Isa Al Masih (Yesus Kristus)
tersebut di bumi bukanlah kelahiran biasa. Hal itu karena, kelahiran itu
bermakna kelahiran ‘anak Tuhan’ yang ditugasi untuk menebus dosa manusia di
dunia dengan kematiannya yang disalib.
Dengan demikian, apabila kita cermati makna kata-perkata yang telah
diuraikan diatas, seseorang yang mengucapkan selamat Natal secara tidak
langsung ia ‘mengakui’ kelahiran anak Tuhan (Yesus) tersebut. Bahkan bisa
dikatakan bahwa ia ‘rela’ atas kelahiran anak Tuhan tersebut. Dalam kata lain,
ia mengakui bahwa Tuhan (Allah) itu mempunyai anak serta ia rela dan mengamini
atas doktrin tersebut. Padahal, sebagaimana kita ketahui bahwa dalam akidah
Islam tegas menyatakan bahwa Allah itu tidak beranak dan tidak diperanakkan. [2]
Hukum Mengucapkan Selamat Natal
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa ucapan selamat Natal itu
mempunyai sebuah implikasi pengakuan atas Tuhan mempunyai anak. Padahal, Islam
secara tegas menolak hal itu. Itulah sebab mengapa seorang Muslim dilarang
untuk mengucapkan selamat Natal. MUI pun pernah mengeluarkan fatwa larangan
untuk merayakan Natal bersama yang ditandatangani pada 7 Maret 1981. Begitu
halnya yang dinyatakan oleh Ibnu Qayyim dalam kitab Ahkamu Ahlidz Dzimmahnya. [3]
Meskipun demikian, bukan berarti seorang muslim tidak bertoleransi atas
hari besar agama lain. Toleransi seorang muslim kepada umat agama lain ialah
tidak mengganggu ketika mereka merayakan hari besar tersebut. Bahkan, mengganggu
perayaan hari besar agama lain itu dilarang. Namun tidak pula kita terlalu
bertoreransi dengan mengucapkan selamat atau bahkan melakukan hal-hal yang
lebih dari hal tersebut. Karena, pada hakekatnya, prinsip seorang muslim ialah lakum
diinukum waliya diini (Bagimu agamamu dan bagiku agamaku). []
[1] KBBI, hlm. 954.
[2] Q.S Al-Ikhlas : 3-4.
[3] Ibnu Qayyim, Ahkamu Ahlidz Dzimmah,
vol. 1, hlm. 205.
Suka menulis, membaca dan belajar. Alumni Islamic University of Madinah dan kini sedang melanjutkan study di fakultas Studi Islam UMJ.