Menu Tutup

Memahami Niat dan Ikhlas

 

*Artikel ini merupakan buletin TARJIHUNA yang diterbitkan setiap hari Jum’at, pekan kedua dan keempat setiap bulannya.

 

وَعَنْ
أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ
كاَنْتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ
إِلَى مَا هَاجَر إليْهِ” متَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Amiril Mukmini, Umar
bin Khaththab radhiyallahu anhu, dia berkata,”aku mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya amalan itu tergantung
niatnya. Dan sesungguhnya setiap amalan itu tergantung apa yang ia niatkan.
Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada
Allah dan Rasulnya. Barang siapa hijrahnya kepada dunia yang ingin ia dapatkan
atau perempuan yang ingin ia nikahi, maka hijrahya kepada apa yang ia
niatkan.” Muttafaqun alaihi.

 

***

Hadits di atas, selalu
dijadikan hadits pembuka dari setiap kitab hadits yang ada. Mengapa demikian ?
Hadits itu seakan menjadi pengingat bagi para pembaca, sebelum lebih jauh
menyelam ke dalam lautan ilmu yang ada di kitab ini, maka seharusnya setiap
penuntut ilmu untuk selalu menata niatnya.

Apakah niat itu, niat
ialah suatu tujuan yang akan dicapai dalam melakukan suatu amalan. Dengan niat,
suatu amalan bisa dikategorikan diterima dan juga bisa tidak. Sebagaimana
hadits di atas, ada seseorang yang hendak hijrah dari Makah menuju ke Madinah. Dalam
proses hijrah, ada sebagian orang yang niatnya memang karena itu perintah Allah
dan Rasul. Maka, ketika niatnya seperti itu, ia akan mendapatkan pahala yang
baik dari Allah SWT. Sebaliknya, ada juga orang yang niat hijrahnya itu karena
ingin menikahi seorang perempuan atau suatu manfaat duniawi, maka itu lah yang
ia dapatkan.

 

***

Dari hadits di atas, ada
beberapa hal yang bisa kita ambil pelajaran :

1.     
Setiap amalan wajib
diniatkan hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah SWT berkalam,”Barangsiapa
yang menginginkan suatu hal yang segera (perkara duniawi), Kami segerakan
baginya apa yang Kami kehendaki bagi yang Kami inginkan. Kemudian kami jadikan
neraka Jahannam baginya dan ia akan masuk padanya dalam keadaan hina dan
terusir. Dan barangsiapa yang menginginkan akhirat serta ia berusaha untuknya
dengan usaha yang sungguh-sungguh, ia pun beriman (kepada Allah), maka mereka
lah yang usahanya akan dibalas oleh Allah
.” (Al Isra : 18-19).

Apabila
kita menyadari ayat itu, maka seharusnya setiap amalan kita diniatkan hanya
untuk Allah dan itu yang pasti untung. Apabila diniatkan untuk dunia, bisa jadi
Allah akan memberikan hal itu dan bisa jadi tidak. Kalau pun diberi, bisa jadi
dipenuhi semua permintaannya dan bisa jadi tidak. Namun, apabila niatnya untuk
Allah, Allah pasti membalas kebaikannya. Apabila demikian, maka
pertanyaan selanjutnya ialah lebih pilih mana antara yang pasti dan tidak pasti
? Tentu kita memilih yang pasti. Maka pilihlah niat hanya untuk akhirat.

2.     
Niat ini letaknya ada di
dalam hati. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah haditsnya
mengatakan bahwa “At Taqwa ha huna”, taqwa itu ada di sini dan tangan
beliau mengarah ke dada beliau. Maka, mengucapkan niat itu tidak wajib. Yang terpenting
dalam niat ialah apa yang ada di dalam hati.

3.     
Amalan apa saja yang wajib
ada niatnya ? Dalam kitab Dalilul Falihin disebutkan bahwa amalan yang butuh
niat ikhlas karena Allah ialah suatu amalan yang bersifat imtitsal
(melakukan suatu perintah Allah), contohnya ialah shalat, zakat, puasa, haji,
dll. Adapun amalan yang bersifat turuk (meninggalkan suatu larangan
Allah), maka tidak memerlukan niat. Seperti, meninggalkan zina, minum minuman
keras, ghibah, dll. Namun, beliau menambahkan apabila ingin berpahala ketika
meninggalkan suatu larangan dalam Syariat, maka tetap semuanya harus dilandasi
kesadaran bahwa itu ialah suatu larangan dari Allah yang memang harus dijauhi.

4.     
Fungsi niat. Dalam Islam,
niat memiliki peran penting dalam setiap ibadah. Setidaknya, ada dua peran
penting yang diperankan oleh niat. Pertama, niat yang akan menentukan suatu
amalan diterima atau tidak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua, niat berfungsi
sebagai pembeda antara satu ibadah dengan ibadah yang lain. Sebagai contoh,
sholat sunnah qabliyyah shubuh dan sholat shubuh memiliki gerakan yang sama.
Untuk membedakan keduanya, maka kembali kepada niat.

5.     
Syarat suatu amalan
diterima oleh Allah ialah ikhlas dan sesuatu dengan tuntunan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam.

6.     
Hadits ini berbicara
tentang niat dan niat itu ada di dalam ada. Maka, sebagai muslim yang baik,
tidak boleh menghukumi amalan orang lain diterima atau tidak apabila secara
dhahir, orang tersebut sudah melakukan ibadah itu sesuatu tuntunan Rasululllah.
Menerima atau menolak suatu amalan itu adalah tugas Allah dan para malaikat,
maka sebagai manusia tidak perlu repot-repot menggantikan tugas malaikat untuk
menghukumi amalan orang lain.

7.     
Tidak boleh melakukan suatu
ibadah demi untuk mendapatkan suatu manfaat duniawi. Sebagaimana yang
disebutkan pada potongan kedua hadits di atas. Dalam surat Al Muddatsir ayat 6,
Allah subhanahu wa ta’ala berkalam,”Dan janganlah kalian memberi untuk
meminta lebih banyak
.”

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *