Menu Tutup

Ketika Shalat Ied Bertepatan dengan Hari Jum’at

 

Ketika Shalat Ied Bertepatan dengan Hari Jum’at

Insyaallah besok
Jum’at (20/04/2023) adalah hari Idul Fitri terutama bagi warga Muhammmadiyah,
sebagaimana yang tertuang dalam fatwa tarjih Muhammadiyah dan sudah disosialisasikan
kembali pada tanggal 15 bulan ini. Nah, yang menjadi permasalahan berikutnya
ialah apa yang harus dilakukan ketika shalat Ied bertepatan dengan hari Jum’at
? Bolehkah meninggalkan shalat Jum’at atau bahkan shalat Jum’at itu tetap wajib
dilaksanakan ?

 

Shalat Jum’at di
Hari Ied

Dalam hal ini, ada
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Ibnu Majah dari
shahabat Abu Hurairah ra. berikut :

عَنْ ‌أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنْ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: قَدِ ‌اجْتَمَعَ
فِي يَوْمِكُمْ هَذَا ‌عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ،
وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ
   . رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ

Dari Abu
Hurairah, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,”Sudah
berkumpul di hari kalian ini dua hari raya. Barang siapa (yang ingin tidak
shalat) dia boleh meninggalkan Jum’at. Namun kami semua tetap melaksanakan
shalat jamaah.” HR. Abu Dawud

Dari hadits ini, dapat kita pahami bahwa Rasulullah sendiri memberikan
suatu rukhsah (kemudahan) bagi orang-orang yang sudah melaksanakan
shalat Ied untuk tidak melakukan shalat Jum’at berjamaah. Di riwayat Imam Al
Bukhari dari salah satu Tabi’in yang Bernama Abu Ubaid, ia bercerita bahwa
suatu saat ia melaksanakan shalat Ied bersama Utsman bin Affan dan bertepatan
dengan hari Jum’at. Utsman bin Affan ketika khutbah menyampaikan hal berikut :

إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ ‌اجْتَمَعَ
لَكُمْ فِيهِ ‌عِيدَانِ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ
الْعَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ

“Sesungguhnya
hari ini adalah hari yang berkumpul dua hari raya menjadi satu. Maka
barangsiapa yang menunggu shalat Jum’at dari penduduk Awali hendaklah menunggu.
Dan barangsiapa yang pulang ke rumah, maka aku sudah mengizinkannya.”

Secara garis besar ketika shalat Jum’at itu bertepatan dengan hari Ied maka
setiap muslim diperbolehkan untuk memilih melaksanakan shalat Jum’at atau tidak.
Ulama juga sepakat bahwa imam yang biasa memimpin shalat Jum’at untuk tetap
melaksanakan shalat Jum’at dan jangan meninggalkan shalat itu. Namun, ada
sedikit perbedaan tentang apakah rukhsah itu hanya berlaku bagi orang-orang
yang tidak mampu melaksanakan shalat Jum’at karena suatu hal, seperti yang
dialami oleh penduduk Awali yang terlampau jauh jarak rumahnya dari masjid
Nabawi atau rukhsah itu berlaku umum untuk setiap orang yang tidak mempunyai halangan
sama sekali ?

Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari menjelaskan bahwa ada dua
pendapat dalam hal ini. Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa rukhsah (keringanan)
ini berlaku umum, tidak hanya bagi orang-orang yang tidak mampu melaksanakan
shalat Jum’at. Siapapun bebas untuk memilih melaksanakan shalat Jum’at atau
tidak. Namun, Ibnu Hajar membantah pendapat tersebut. Menurut Ibnu Hajar, bunyi
hadits itu adalah adzintu (saya memberikan izin). Memberikan izin bukan
berarti boleh tidak hadir sama sekali. Selain itu, izin yang diberikan Utsman
bin Affan itu ditujukan untuk penduduk Awali yang memang asalnya tidak wajib
shalat Jum’at karena terlampau jauh dari Masjid Nabawi (Fathul Bari, 10/27).
Apabila kita cermati, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah juga tetap menganjurkan
bagi orang yang tidak memiliki udzur syar’I untuk tetap melaksankan shalat Jum’at,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar di atas.

 Baca juga,”Shalat Dua Rakaat Sebelum Shalat Tarawih

Shalat Pengganti Shalat
Jum’at

Permasalahan berikutnya yang muncul ialah apa yang harus dilakukan oleh orang-orang
yang tidak mengikuti shalat Jum’at karena ada udzur syar’I ? Setidaknya ada
tiga pendapat ulama tentang hal ini. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa
bagi yang sudah shalat Ied, diperbolehkan untuk meninggalkan shalat Jumat
dengan tanpa mengganti shalat apapun, baik shalat dhuhur maupun shalat-shalat
yang lain. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa orang yang tidak shalat jum’at,
boleh diganti dengan menjalankan shalat dua rakaat. Ketiga, pendapat yang
mengatakan bahwa bagi yang tidak melakukan shalat Jum’at, wajib mengganti dengan
shalat dhuhur.

Pendapat pertama itu menyelisihi hadits Isra Mi’raj. Dalam hadits Isra
Mi’raj, Allah mewajibkan kepada setiap muslim untuk melaksanakan shalat lima
waktu sehari semalam. Apabila diperbolehkan untuk meninggalkan shalat Jum’at
yang bertepatan dengan shalat Ied dan tidak diminta untuk mengganti dengan
suatu shalat apapun, maka shalat pada hari itu menjadi empat kali saja dan ini
menyelisihi bunyi hadits Isra Mi’raj. Selain itu, setiap kali Allah memberikan
rukhsah untuk meninggalkan suatu hal yang wajib, Dia juga memberikan gantinya.
Contoh, ketika seorang musafir diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan
Ramadhan, ia tetap diwajibkan mengganti puasa di bulan lain. Orang yang sakit
dan tidak bisa berdiri untuk shalat, ia tetap diwajibkan untuk shalat namun
diberi rukhsah untuk shalat dengan duduk atau bahkan berbaring, dst.

Baca juga,”Trik Besar Mendapatkan Malam Lailatul Qadar

Pendapat kedua ini berdalih dengan Al Istishab (mengembalikan
suatu ibadah kepada hukum asalnya) yang didasari pada hadits berikut :

أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ
النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم -: أَنَّ الصَّلَاةَ أَوَّلَ مَا فُرِضَتْ
فُرِضَتْ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ ‌أَتَمَّ اللَّهُ الصَّلَاةَ فِي ‌الْحَضَرِ
وَأُقِرَّتِ الرَّكْعَتَانِ عَلَى هَيْئَتِهِمَا فِي السَّفَرِ
. رَوَاهٌ عَبْدُ الرَّزَّاقِ فِى الْمُصَنَّفِ

Dari
Aisyah, istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
,”Shalat itu awalnya diwajibkan dua rakaat.
Kemudian digenapkan (menjadi tiga dan empat rakaat) bagi yang mukim dan dibiarkan
dua rakaat sebagaimana asalnya bagi musafir.” HR. Abdurrazaq.

Apabila kita lihat hadits di atas, sebenarnya bahkan memantabkan
pendapat ketiga yang mengatakan bagi yang tidak melaksanakan shalat Jum’at wajib
mengganti dengan shalat dhuhur. Buktinya, bagi yang tidak safar, shalat itu
digenapkan menjadi empat rakaat. Empat rakaat itu tentu adalah shalat dhuhur.

Pendapat ketiga ini adalah pendapat yang paling bisa diterima. Selain
tidak menabrak hadits-hadits yang lain, memang shalat Jum’at itu menggantikan
posisi shalat dhuhur di hari Jum’at. Apabila tidak shalat jum’at tentu kembali
pada hukum asalnya yaitu shalat dhuhur.

 Baca juga,”Hikmah Yatimnya Nabi Muhammad

Kesimpulan

Ketika shalat Ied bertepatan dengan shalat Jum’at, maka Rasulullah
memberikan rukhsah untuk tidak melaksanakan shalat Jum’at, khusus bagi yang
memiliki udzur syar’i. Meskipun demikian, bagi yang tidak shalat Jum’at, tetap
wajib melaksanakan shalat dhuhur. Wallahu a’lam.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *