Menu Tutup

Keajabian Kelahiran Nabi Muhammad

 

Cerita tentang keajabian dan cerita kelahiran Nabi Muhammad
Keajabian kelahiran Nabi Muhammad SAW

Sebagai seorang Nabi yang paling mulia,
kehidupan beliau penuh dengan hikmah dan pelajaran. Salah satu yang menarik
untuk dikaji ialah keajaiban kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam. Banyak sekali cerita yang sangat menakjubkan tentang kelahiran Nabi Muhammad
ini. Dalam kajian kali ini, akan kita bahas sedikit demi sedikit kejadian
tersebut.

 

Pemberian Nama Muhammad

Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam lahir di lingkungan Bani Hasyim. Karena beliau lahir di lingkungan
keluarga yang terpandang, tentu kelahiran beliau menjadi suatu kebahagian
tersendiri bagi keluar besar beliau dan secara umum bagi suku Quraisy. Dalam
sebuah riwayat disebutkan bahwa yang pertama kali memberi nama beliau dengan
‘Muhammad’ ialah kakek beliau, Abdul Muththalib. Nama yang sangat indah ini
mempunyai arti ‘yang terpuji’. Nama ini belum pernah dipakai oleh siapa pun
sebelum Nabi Muhammad. Oleh karena itu lah, suatu kehormatan yang sangat besar
ketika ada seorang bayi mulia diberi nama Muhammad ini.

Dengan diberi nama ‘Muhammad’,
seakan memberikan isyarat bahwa bayi yang baru lahir ini akan memiliki kedudukan
yang sangat mulia di zaman ketika beliau hidup atau bahkan sampai kiamat nanti.
Kemuliaan ini juga akan membuat bingung orang-orang yang tidak suka dengan
beliau. Ketika orang-orang yang tidak suka dengan beliau menjuluki beliau dengan
sebutan yang jelek, seperti penyihir dan tukang bohong, maka beliau tetap mulia.
Bahkan kadang akan terjadi kontradiksi apabila mereka memanggil beliau dengan
sebutan yang jelek itu. Ketika mereka bilang,”Wahai Muhammad, kamu itu
pembohong.” Maka pernyataan ini terlihat kontradiktif. Apabila kita
artikan,”Wahai orang terpuji, kamu itu pembohong!” sangat jelas
kontradiktifnya.

Baca juga,”Nabi Muhammad Hidup Kaya atau Sederhana?

Waktu Kelahiran Nabi

Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam lahir di awal tahun dimana Raja Abrahah dari Yaman ingin menyerbu
Ka’bah dengan pasukan gajahnya. Kelahiran beliau juga bertepatan dengan 40
tahun diangkatnya Anusyarwan menjadi Raja Persia. Apabila dihitung dengan tanggalan
Gregorian (Masehi) maka beliau lahir di hari Senin, 22 April 571 M dan pada
waktu itu, di Indonesia masih dikuasai oleh Kerajaan Tarumanegara yang beragama
Hindu. Lantas, mengapa pada saat Nabi dilahirkan tidak ada penanggalan dengan
Hijriyah ? Jawabnya ialah penanggalan Hijriyah ini baru berlaku ketika Umar bin
Khattab menjadi khalifah. Sehingga, kelahiran Nabi Muhammad tidak bisa dihitung
dengan hitungan Hijriyah.

Dalam sebuah riwayat disebutkan
bahwa ketika Nabi Muhammad lahir, 14 pilar istana Kisra Anusyarwan di Persia
hancur, api yang disembah-sembah oleh orang Majusi padam dan gereja-gereja yang
ada di sekitar danau Sawa di Iraq roboh. Cerita ini diriwayatkan oleh Imam Ath
Thabari dan Al Baihaqiy. Namun menurut Al Mubarakfuri dalam kitabnya Ar Rahiqul
Makhtum bahwa riwayat ini lemah. Selain itu, kalau pun kejadian ini benar-benar
ada, tentu akan banyak catatan dari orang-orang terdahulu tentang kejadian ini.
Namun, tidak ada satu pun catatan dari pelaku sejarah tentang kejadian ini,
maka bisa dipastikan cerita ini lemah.

Selain itu, ada juga sebuah
kejadian yang diceritakan oleh Hasan bin Tsabit. Beliau mengkisahkan, ketika ia
masih umur 7 tahun di Yastrib (Madinah), ada salah seorang Yahudi yang naik di
atas benteng kota dan berteriak dengan lantang,”Wahai orang-orang Yahudi,
berkumpullah!” Mendengar teriakan orang tersebut, orang-orang Yahudi yang
ada di Madinah pun segera berkumpul. Orang itu kembali berkata,”Malam ini
tadi sudah muncul bintang yang menunjukkan kelahiran Ahmad, sang Nabi
terakhir.”  

Setelah Nabi Muhammad lahir, Aminah
ibu beliau memberitahukan kabar gembira ini kepada kakeknya, Abdul Muthtalib.
Kakeknya pun segera membawa Nabi Muhammad ke dalam Ka’bah dan diberi nama di situ.
Setelah itu, di hari ketujuh kelahiran Nabi, beliau dikhitan seperti apa yang
sudah biasa dilakukan oleh orang-orang Arab.

 

Proses Penyusuan Nabi Muhammad

Sebelum Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam disusukan kepada Halimah binti Abu Dzuaib As-Sa’diyah,
terlebih dulu seminggu setelah kelahiran, beliau disusukan kepada Tsuwaibah.
Tsuwaibah adalah bekas budak Abi Lahab. Saudara sepersusuan beliau dari
Tsuwaibah ini ialah Masruh, anak kandung Tsuwaibah, Abu Salama bin Abdul Asad
dan Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallahu anhu.

Setelah disusui oleh Tsuwaibah,
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dicarikan ibu susu yang baru oleh kakeknya
Abdul Muththalib. Pada saat itulah, perjalanan dan keajaiban Nabi Muhammad
bersama ibu susu yang baru ini dimulai.

 Baca juga,”Apakah Nabi Muhammad Pernah Menjadi Makmum?

Nabi Muhammad dan Halimah As-Sa’diyah

Pada waktu itu, sekelompok orang
dari kalangan Bani Sa’ad sedang melakukan perjalanan dari kampung mereka ke
kota Makah. Di tengah-tengah rombongan itu, ada seorang suami istri bersama
seorang bayi dengan onta unta mereka yang sudah sangat kurus. Suami istri itu
bernama Al Harits bin Abdul Uzza dan Halimah binti Abi Dzuaib As Sa’diyah.

Halimah bercerita,”Ketika
itu, saya bersama beberapa orang dari Bani Sa’ad sedang melakukan perjalanan
dari kampung kami ke Makah. Kebetulan pada tahun itu, jarang turun hujan
sehingga terjadi kemarau yang cukup panjang. Di tengah-tengah perjalanan, kami
sekeluarga tidak tidur sama sekali. Hal itu karena bayi kami menangis keras. Air
susuku tidak keluar karena aku lapar dan untaku tidak mau mengeluarkan susu
karena ia sudah tua dan kelelahan karena perjalanan. Yang kami harapkan pada
saat itu hanyalah hujan dan pertolongan dari Allah SWT.”

Sesampainya di kota Makah, semua
rombongan Halimah sudah mendapatkan bayi yang akan mereka susui. Nabi Muhammad
ketika itu sudah ditawarkan kepada Halimah, namun Halimah menolak. Ia tahu
bahwa bayi kecil itu seorang yatim. Bagaimana bisa seorang anak yatim
memberikan bayaran yang setimpal atas persusuan itu. Ketika rombongan sudah
mulai berangkat kembali ke desa, Halimah dan suaminya belum juga mendapatkan
bayi yang akan disusui. Melihat Nabi Muhammad yang belum diambil oleh siapa
pun, Halimah berkata kepada suaminya,”Wahai suamiku, saya malu apabila
kembali ke desa namun saya belum mendapatkan bayi perususan sama sekali. Saya
ingin mengambil anak itu sebagai anak perususuan. Bagaimana pendapatmu?”
Sang suami mengatakan,”Tidak mengapa kamu mengambilnya, barangkali Allah
akan memberikan suatu keberkahan dari anak itu.”

Nabi Muhammad pun diambil oleh
Halimah. Setibanya waktu malam, Nabi Muhammad dan bayi dari Halimah bisa meminum
ASI hingga kenyang dan tertidur. Selain itu, ketika onta tua yang sangat kurus
itu ketika diperas, susunya keluar sangat banyak. Dan, ketika waktu pagi tiba,
onta itu bisa berjalan dengan kencang padahal sebelumnya onta itu tidak mau
berjalan karena lelah. Hingga orang-orang yang ada di rombongan Halimah
bertanya kepadanya.”Wahai Halimah, apakah ini ontamu yang kamu bawa ketika
berangkat tadi?” Ia menjawab,”Ia, itu onta tua saya.” Sejak saat
itu lah, Halimah menyakini ada keberkahan tersendiri dari bayi yatim yang
bernama Muhammad ini. []

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *