Islam, selain mengajarkan akidah dan syariat, ia
juga mengajarkan akhlak sebagai pedoman setiap muslim dalam bermuamalah dengan
orang lain. Dengan adanya akhlak, setiap muslim dituntut tidak hanya baik kepada
diri sendiri, ia juga harus berbuat baik kepada orang lain. Salah satu bentuk
akhlak baik yang patut dilakukan oleh seorang muslim ialah mengucapkan salam
ketika bertemu. Semua ulama sepakat bahwa mengucapkan salam ketika bertemu itu
baik dan diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Namun, yang
menjadi perbedaan ialah mencium tangan setelah mengucapkan salam, apakah hal
itu diperbolehkan ?
Antara Adat dan Ibadah
Sebuah kaedah yang terkenal dalam ibadah ialah hukum
asal suatu ibadah adalah haram, kecuali apabila ada dalil yang menunjukan
ibadah itu boleh dilakukan. Sebaliknya, dalam hal muamalah, kaedah itu berbunyi
hukum asal suatu muamalah ialah boleh, selama tidak ada dalil yang menunjukan
muamalah tersebut haram. Dalam bab adat pun ada sebuah kaedah yang terkenal
bahwa al-aadah muhakkamah, adat itu bisa dijadikan hukum dengan syarat
tidak boleh menyelisihi syariat.
Lantas, mencium tangan ketika bersalaman itu masuk
kategori apa ? Mencium tangan ketika bersalaman itu masuk kategori adat,
muamalah dan bukan ibadah. Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam memerintahkan umatnya untuk menghormati para ahli ilmu, orang tua dan
penghafal Al Qur’an dengan baik. Namun bentuk penghormatan seperti apa, itu
tergantung adat istiadat masing-masing dengan catatan tidak berlebihan dan
tidak melanggar syariat. Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda :
إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ
الْمُسْلِمِ، وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ، وَلَا الْجَافِي
عَنْهُ، وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ
“Termasuk
bentuk mengagungkan Allah ialah menghormati orang tua yang muslim, penghafal Al-Qur’an
yang tidak berlebihan dan tidak mengurangi hak dalam hal itu serta menghormati pemimpin
yang adil.” HR. Abu Dawud
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hal
ini memerintahkan untuk menghormati tiga golongan muslim itu. Namun beliau
tidak menerangkan bagaimana bentuknya, hal ini menunjukan bahwa hal itu dikembalikan
kepada adat masing-masing. Salah satu adat yang boleh dilakukan untuk
menghormati orang lain ialah dengan bersalaman dan mencium kedua tangannya.
Ibnu Hajar menyebutkan dalam kitabnya (Fathul Bari,
11/56) bahwa memang ada perbedaan pendapat ulama dalam hukum mencium tangan
ketika bersalaman. Imam Malik mengingkari mencium tangan ketika bersalaman. Ulama-ulama
yang lain membolehkan hal itu. Ulama yang membolehkan berdalih dengan apa yang
dilakukan oleh sebagian shahabat dan tabi’in di zaman Umar bin Khaththab. Ketika
pulang dari perang, mereka berkata kepada Umar bin Khaththab,”Kami ini
adalah orang yang lari dari perang.” Beliau menjawab,”Tidak, kalian
adalah pemberani.” Mereka pun mencium tangan Umar bin Khaththab dan beliau
tidak mengingkari hal itu. Abu Lubabah, Ka’ab bin Malik dan kedua temannya pernah
mencium tangan Nabi ketika Allah memberikan taubat kepada mereka karena tidak
ikut perang Tabuk. Al-Abhariy menyebutkan bahwa Abu Ubaidah pernah mencium
tangan Umar bin Khaththab ketika ia datang dari bepergian. Zaid bin Tsabit juga
pernah mencium tangan Ibnu Abbas ketika Ibnu Abbas memegangi tali kekang unta
Zaid bin Tsabit. Atas dasar ini lah, mayoritas ulama berpendapat bahwa mencium
tangan ketika bersalaman itu boleh.
Ibnu Hajar dalam kitabnya juga menjelaskan alasan
mengapa Imam Malik mengingkari cium tangan ketika bersalaman. Mencium tangan
ketika bersalaman itu tidak baik apabila dilandari rasa sombong dan merasa
tinggi. Namun, apabila sebabnya ialah ilmu yang banyak, agamanya atau
kedudukannya yang mulia, maka itu tidak mengapa (Fathul Bari, 11/57).
Syekh Al Ustaimin ketika ditanya perihal hukum
mencium tangan ketika berjabat tangan, jawaban beliau ialah hal itu tidak
mengapa. Perkara ini luas. Artinya boleh dilakukan dan boleh juga tidak. Meskipun
menurut beliau, tidak mencium tangan ketika berjabat tangan itu lebih baik
untuk menghindari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam menghormati orang lain.
Namun, sekali lagi, adat kita di Indonesia, mencium tangan itu bukan merupakan
bentuk ghuluw. Ia adalah bentuk penghormatan dan kepatuhan dari yang lebih
kecil, baik dari segi usia maupun ilmu kepada yang lebih tua atau lebih tinggi
ilmunya.
Karena mencium tangan setelah berjabat tangan itu
termasuk dari adat dan sebagian shahabat juga melakukan hal itu, maka tidak
mengapa bagi seorang muslim untuk mencium tangan orang lain ketika berjabat
tangan. []
Suka menulis, membaca dan belajar. Alumni Islamic University of Madinah dan kini sedang melanjutkan study di fakultas Studi Islam UMJ.