Menu Tutup

Hikmah Dibalik Perang Khandaq ; Antara Yakin dan Tawakal

 

Hikmah Dibalik Perang Khandaq ; Antara Yakin dan Tawakal

Di tahun 5 H,
Rasulullah beserta para shahabat mendengar kabar bahwa pasukan Quraisy beserta
seluruh sekutunya sedang melakukan perjalanan ke Madinah dalam rangka mengepung
kota itu dan berusaha untuk menaklukkannya. Beliau juga menyadari bahwa pasukan
Quraisy dan sekutu pada saat itu sangat luar biasa besarnya. Kira-kira ada 10
ribu pasukan yang sudah bersiap untuk mengepung kota Nabi itu. Beliau pun meminta
pendapat kepada beberapa shahabat mengenai taktik yang akan diambil untuk
menghadapi pasukan itu.

Ketika beliau
sedang bermusyawarah, salah seorang shahabat keturunan Persia, Salman Al Farisi
mengacungkan tangan dan mengatakan,”Dulu di daerah kami, ketika dikepung, kami
membuat sebuah parit yang tidak bisa disebrangi, bahkan oleh kuda yang melompat
sekali pun. Maka saya mengusulkan wahai Rasulullah supaya kita membuat parit
itu sebagai pelingdung kota ini dari serbuan pasukan sekutu.”  Rasulullah pun segera memerintahkan seluruh
shahabat untuk menggali parit dimulai dari gunung Sil’.

Baca juga,”Mengambil Hikmah dari Negeri Saba

Ternyata benar,
pasukan Quraisy pun datang dengan membawa pasukan berjumlah 10.000 orang.
Sedangkan muslimin pada saat itu tidak sebanyak pasukan sekutu. Di saat yang
genting ini, sebenarnya shahabat pun merasa was-was, apakah parit yang mereka
buat itu bisa membantu mereka menghalau pergerakan pasukan Quraisy atau tidak. Bahkan,
Allah menggambarkan situasi ini dalam Kalam-Nya :

ﵟإِذۡ
جَآءُوكُم مِّن فَوۡقِكُمۡ وَمِنۡ أَسۡفَلَ مِنكُمۡ وَإِذۡ ‌زَاغَتِ ‌ٱلۡأَبۡصَٰرُ
وَبَلَغَتِ ٱلۡقُلُوبُ ٱلۡحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِٱللَّهِ ٱلظُّنُونَا۠ ﵞ
 

“Ketika mereka datang kepada
kalian dari arah atas dan bawah. Dan ketika mata itu mulai berbolak balik. Hati
terasa sampai kerongkongan. Dan kalian berprasangka banyak hal kepada Allah.”

Q.S Al Ahzab : 10

Karena keadaan
pada saat itu sangat genting, Allah menggambarkannya dengan keadaan hati yang
sampai ke kerongkongan. Terasa sesak dan memeras fisik serta pikiran. Secara
psikologis, ketika berada di suatu keadaan yang pelik dan penat, sikap asli
seseorang itu akan nampak dengan sendirinya. Orang yang mempunyai hati busuk
serta nifak akan selalu mematahkan semangat juang muslim yang lain dan selalu
menyalahkan keadaan. Mereka juga mencemooh apa yang pernah disampaikan oleh
Nabi Muhammad bahwa Islam ini ke depan akan menguasai Persia, Romawi dan Shan’a.
Bagi mereka, bagaimana mungkin janji Nabi Muhammad itu terealisasi. Di saat
seperti ini saja muslimin tidak bisa berbuat banyak.  Allah menggambarkan sikap orang munafik ini
dalam kalam-Nya :

ﵟوَإِذۡ
يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ مَّا وَعَدَنَا
ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ إِلَّا غُرُورٗاﵞ
 

“Ketika orang-orang munafiq dan
orang-orang yang memiliki penyakit hati mengatakan,’Apa yang Allah dan Rasulnya
janjikan itu adalah suatu kepalsuan.”

Q.S Al Ahzab : 12

Adapun orang yang
beriman, di setiap masalah yang mereka hadapi, bahkan di saat yang sangat pelik
dan mencekam sekalipun tetap yakin bahwa kemudahan itu pasti akan datang
setelah kesusahan. Mereka juga yakin bahwa dengan sabar, Allah akan mempermudah
urusan mereka. Menggambarkan sikap muslimin ini, Allah berkalam :

ﵟوَلَمَّا
رَءَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلۡأَحۡزَابَ قَالُواْ هَٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ
وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥۚ وَمَا زَادَهُمۡ إِلَّآ إِيمَٰنٗا
وَتَسۡلِيمٗا ﵞ
 

“Dan ketika orang-orang beriman
melihat pasukan Al Ahzab, mereka mengatakan,’Inilah yang telah dijanjikan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Benarlah apa yang disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan tidaklah menambahi mereka kecuali keimanan dan rasa berserah diri.”

Q.S Al Ahzab : 22

Berbalik 180
derajat dari apa yang diyakini oleh orang-orang munafik, orang beriman itu
selalu positif thinking bahwa kesusahan yang ada ini adalah awal dari keberhasilan.
Allah tidak akan memberikan kesuksesan yang lebih besar apabila kesulitan yang
ini tidak berhasil dihadapi.

 

Antara Yakin dan Tawakal

Inilah contoh
konkret keyakinan seorang muslim sejati. Muslim itu harus selalu memiliki
keyakinan yang kuat atas segala hal dan memasrahkan keyakinan itu kepada Dzat yang
Maha Perkasa (Allah SWT). Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
yakin adalah mempercayai suatu hal hingga seakan-akan ia melihatnya di depan
mata mereka sendiri. Adapun tawakal ialah pasrah. Memasrahkan segala urusan
yang ia lakukan kepada Dzat yang Maha Mampu.

Seseorang itu
tidak akan bisa memasrahkan urusannya kepada orang lain, apabila ia tidak yakin
bahwa orang itu mampu menyelesaikan urusannya. Begitu halnya dalam hal tawakal.
Seseorang tidak akan bisa memiliki sikap tawakal (memasrahkan segala hal kepada
Allah), apabila ia tidak yakin bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Mampu atas
segalanya. Maka, Ibnu Utsaimin kembali menjelaskan bahwa tawakal itu adalah
buah dari suatu keyakinan. Maka, untuk bisa tawakal, harus dibekali terlebih
dahulu dengan suatu keyakinan (Ibnu Utsaimin, Syarh Riyadhus Shalihih, 1/540).
  

Antara Yakin dan Tawakal

Ketika seseorang
sudah memiliki keyakinan dan rasa tawakal yang kuat, maka ia tidak akan mudah
stres dalam menghadapi suatu masalah. Ia selalu yakin bahwa Allah yang menakdirkan
masalah ini, maka Dia pula yang akan membukakan jalannya. Maka, apabila
ditanya,’Apa kunci seseorang supaya tidak stres itu?’ Jawabnya ialah,’Yakin dan
tawakal’. []

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *