Di beberapa daerah, termasuk di Indonesia, tradisi mencium tangan orang-orang yang dituakan baik dari segi umur maupun ilmu adalah suatu hal yang lumrah terjadi. Lantas, bagaimana pandangan syariat perihal itu. Apakah hal itu termasuk ghuluw (berlebih-lebihan) dalam menghormati orang lain yang dilarang dalam syariat atau tidak?
Hadits Larangan Mencium Tangan Orang Lain
Terdapat sebuah hadits yang berisi larangan untuk mencium orang lain. Baik itu mencium tangan maupun keningnya. Salah satunya ialah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidziy dari Anas bin Malik ra. berikut :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيْقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: أَفَيَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيُصَافِحُهُ؟ قَالَ: نَعَمْ . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ
Dari Anas bin Malik, ia berkata,”Seseorang bertanya,’Wahai Rasulullah, seseorang dari kami bertemu dengan saudaranya atau kerabatnya, apakah ia boleh membungkukkan badan kepadanya ?’ Beliau menjawab,’Tidak.’ Ia berkata,’Apakah ia boleh memeluk dan menciumnya?’ Beliau menjawab,’Tidak.’ Ia mengatakan,’Apakah ia boleh mengambil dan menjabat tangannya?’ Beliau menjawab,’Ya’.” HR. At Tirmidziy
Setelah meneliti derajat hadits ini, Syuaib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini berderajat dhaif (lemah). Sebabnya ialah adanya seorang rawi yang bernama Handzalah bin Abdillah As Sadusiy. Ia adalah seorang rawi yang lemah. Meskipun ada riwayat lain, selain riwayat Imam At Tirmidziy ini, namun seluruh riwayat ini berderajat dhaif (Al Arnauth, Musnad Ahmad, 20/430).
Baca juga,”Benarkah Membungkuk Kepada Orang yang Dituakan itu Tidak Boleh?“
Keterangan Hadits
Ketika menerangkan hadits di atas, Ibnu Malak dari kalangan Hanafiyyah mengatakan bahwa larangan mencium tangan maupun dahi hanya berlaku apabila tujuannya adalah pengagungan yang berlebihan. Adapun apabila hal itu dilakukan ketika perpisahan, bertemu dengan seseorang yang baru datang, karena lama tidak berjumpa dan karena kecintaan seseorang dengan orang lain karena Allah, maka hal itu boleh dilakukan dengan syarat tidak berujung dalam suatu fitnah (Ibnu Malak, Syarh Al Mashabih, 5/176).
Badruddin Al Ainiy menukil dari Abu Laits menyatakan bahwa sebab mencium itu ada lima. Pertama, mencium karena penghormatan, seperti ketika ada saudara seiman yang mencium tangan saudaranya. Kedua, mencium karena kasih sayang, seperti ketika ada seorang anak yang mencium kedua orang tuanya. Ketiga, mencium karena belas kasih, seperti orang tua mencium anak-anaknya. Keempat, mencium karena syahwat, ketika suami mencium istrinya. Kelima, mencium karena persaudaraan, seperti ketika adik kakak mencium pipi saudaranya. Sebagian yang lain menambahkan satu sebab lagi yaitu mencium karena dasar agama, seperti mencium hajar aswad. Larangan hadits itu hanya berlaku untuk ciuman karena syahwat selain dari suami dan istri (Al Ainiy, Umdatul Qari, 11/241).
Bahkan di hadits yang lain, Rasulullah SAW pernah mencium anak maupun cucu beliau. Sebagaimana yang beliau lakukan kepada Ibrahim dan Hasan bin Ali. Beliau juga membolehkan mencium tangan orang lain karena keilmuwan dan keshalihannya, sebagaimana yang dilakukan oleh shahabat kepada Nabi Muhammad (Al Qashthalaniy, Irsyadus Sari, 8/120).
Hukum Mencium Tangan Orang Lain
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mencium tangan seseorang karena keilmuwan dan keshalehan itu boleh dilakukan. Larangan hadits itu hanya berlaku apabila sebab mencium karena syahwat yang dilarang atau karena menghormati seseorang yang kurang tepat untuk dihormati.
Selain itu, hadits riwayat Imam At Tirmidziy ini juga berderajat dhaif. Sehingga, larangan mencium tangan orang lain tidak bisa diberlakukan secara mutlak. Wallahu a’lam.
Suka menulis, membaca dan belajar. Alumni Islamic University of Madinah dan kini sedang melanjutkan study di fakultas Studi Islam UMJ.
Terimakasih ustadz
Ustadz, mhn dituliskan hadist yg membolehkan
Jzkllohu kh