Menu Tutup

Apa Sebenarnya Ilmu Ushul Fiqh itu?

Apa
Sebenarnya Ilmu Ushul Fiqh itu?

Oleh : Bilal Fahrur
Rozie
Ceritanya, dulu ketika masih di Indonesia, pernah suatu saat
mendengarkan penjelasan salah satu senior tentang Ushul Fiqh. Gak mudeng saya
ketika itu. Bayangan saya ialah, ini kayaknya ilmu yang paling sulit yang bakal
saya pelajari. Eh ternyata, ketika masuk Aliyah, kita diwajibkan untuk belajar
Ushul Fiqh. Awalnya yaa… Cuma sekedar paham. Tanpa tau bagaimana prakteknya. Kita
diminta meringkas dan kita ringkas. Selain itu, kita juga diminta untuk
menerangkan dari kitab Ushulul Fiqhil Islami, dan kita terangkan. Namun, yaa..
sebisa kita.
J
Selesai belajar dari pondok pesantren, kita ditugaskan pengabdian
di tempat yang sudah ditentukan. Alhamdulillah, saya ditugaskan di pesantren
saya sendiri, namun saya tidak bisa mengeksplor apa yang sudah saya dapatkan
dengan lebih baik. Akhirnya, ilmu Ushul Fiqh saya stagnan tanpa ada
perkembangan. Namun, Allah memiliki cara lain. Tahun 2017, saya diberi
kesempatan untuk menimba ilmu di kota Nabi. Saya masuk di fakultas Syariah. Dan
disinilah, baru klik seratus persen miyah bil miyah dengan Ushul
Fiqh. Nah, untuk itu, supaya kita bisa sama-sama klik apa itu ushul fiqh,
insyallah akan diterangkan pada artikel ini.
Sebagai permulaan, kita akan mendefinisikan ilmu Ushul Fiqh secara
etimologi (bahasa) terlebih dahulu untuk kemudian kita terangkan secara
terminologi (istilah).
Secara etimologi, Ushul Fiqh itu terdiri dari dua kata. Yaitu ushul
dan fiqh. Tiap-tiap dari dua kata tersebut mempunyai makna
tersendiri. Kata ushul ( أُصُوْلٌ )
secara bahasa mempunyai dua makna, yaitu asas dari suatu hal (maa yanbani
alaihi ghairuhu
) dan asal mula suatu hal (mansya’us syai). Namun,
apabila kata ushul itu dibawa ke ranah fiqih, ia mempunyai empat makna
lain selain dua makna yang telah disebutkan di atas. Empat makna itu adalah :
1.     
Dalil. Dalam perkataan Arab
contohnya ialah الأَصْلُ فِى هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ قُوْلُهُ
تَعَالَى
 artinya, “dalil dalam
permasalahan ini ialah Kalam Allah Ta’ala”.
2.     
Yang paling benar (rajih)
dari dua hal. Dalam perkataan Arab contohnya الأَصْلُ
فِى الْكُلاُمِ الْحَقِيْقَةُ
artinya “Yang benar ketika ada
pertentangan antara majaz dan haqiqah adalah haqiqah”.
3.     
Kaedah yang pasti. Dalam perkataan
Arab contohnya ialah أَكْلُ الْمَيْتَةِ عِنْدَ
الْإِضْطِرَارِ عَلَى خِلَافِ الْأَصْلِ
 yang artinya “Makan bangkai dalam keadaan
terpaksa termasuk hal yang keluar dari kaedah asal”.
4.     
Asal hukum dalam kaedah kiyas. Artinya,
sebelum memakai metode kiyas dalam mengambil sautu hukum syara’, kita harus
mempunyai empat unsur terlebih dahulu. Empat unsur itu ialah, al ashlu (asal
suatu hukum), far’ (hal yang akan kita putuskan hukumnya), illah (sebab
kenapa ditetapkannya hukum tersebut) dan hukmul ashl (hukum asal). Nah,
jadi makna al ashl dalam qiyas inilah yang dimaksud dalam point keempat
ini.
Dari empat makna di atas, yang
paling cocok untuk kita pakai untuk memaknai kata ushul dalam istilah ushul
fiqh
ialah makna pertama yaitu dalil. Ketika kita sudah mengetahui makna
dari kata ushul itu, maka kita akan berpindah ke makna fiqh.
Kata fiqh (fikih)
secara bahasa mempunyai makna ‘pemahaman’. Adapun secara istilah, fiqih ialah
ilmu tentang hukum syara’ yang diambil dari suatu dalil yang spesifik (al
ilmu bil ahkamisy syar’iyyah al mustanbathah min adillatiha tafshiliyyah bil
istidlal
).[1]
Nah, sekarang
kita gabungkan dua kata itu untuk mendapatkan makna asli dari ilmu ushul
fiqh
. Dalam mendefisinikan ilmu ushul fiqh, kebanyakan ulama melakukannya
melalui dua pendekatan. Pertama ialah ulama yang mendefinisikan ilmu ini dari
nilai (value) yang dihasilkan oleh ilmu tersebut, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ibnu Hajib. Kedua ialah ulama yang mendefinisikan ilmu ini
melalui apa yang akan dibahas di dalamnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Al
Baidhawiy.
Ibnu Hajib
mendefisinikan ilmu ushul fiqh dengan ‘sebuah ilmu tentang kaedah yang
digunakan untuk menghasilkan suatu hukum syara dari suatu dalil yang spesifik’.
[2]
Beliau mendefinisikan demikian karena lebih melihat kepada value yang
dihasilkan dari ushul fiqh. Value itu ialah untuk menghasilkan suatu
hukum syara, baik itu ibadah maupun muamalah. Adapun Al-Baidhawiy, beliau
mendefinisikan ushul fiqh dengan ‘suatu cara untuk mengetahui dalil fikih
secara umum, cara mengambil hukumnya dan siapa yang berhak mengambil hukum’.[3]
Dari definisi tersebut, seakan Al Baidhawiy lebih melihat kepada apa yang akan
dibahas pada ilmu ushul fiqh.
Jadi apabila
dua pengertian itu digabungkan jadi satu, bisa kita tarik kesimpulan bahwa ilmu
ushul fiqh itu adalah sebuah ilmu yang digunakan sebagai landasan dan alat
untuk mengambil suatu hukum fikih tertentu dari suatu dalil. Namun, cangkupan
ilmu ushul fiqh tidak hanya sebagai ilmu ‘alat’ saja. Ia juga merupakan sebuah
ilmu untuk mengetahui apakah seseorang layak untuk menjadi mujtahid atau
tidak. Syarat dan ketentuan untuk menjadi seorang mujtahid pun juga diterangkan
dalam ilmu ini.
Sekarang
pertanyaannya adalah ‘seberapa penting kita harus mempelajari ilmu ushul fiqh?’
Dalam menjawab pertanyaan tersebut, kita tidak bisa menggeneralisir semua orang
dalam satu pendapat. Hal itu karena, bisa jadi, bagi sebagian orang,
mempelajari ilmu ini adalah wajib. Namun bagi sebagian yang lain, ilmu ini
tidak terlalu penting baginya. Seperti halnya bagi seorang Hakim. Bagi hakim,
apalagi ketika ia bertugas di suatu Negara yang berlandaskan Islam, maka wajib
hukumnya bagi dia untuk mempelajari ilmu ushul fiqh ini. Mengapa demikian ?
karena ia memang ditugaskan untuk memutuskan suatu hukum dalam suatu
permasahalan. Bagaimana mungkin mengambil suatu hukum apabila ia tidak mengetahui
ilmu ushul fiqh ini. Apalagi bagi antum yang sekarang menyandang status ‘ustadz’
atau sedang duduk di bangku kuliah fakultas syariah. Tentu ilmu ini juga
menjadi suatu kewajiban. Bagaimana mungkin seseorang yang dipanggil ‘ustadz’
tidak paham bagaimana cara mengambil istimbat dalam suatu hukum ? atau
bagaimana mungkin seseorang yang kuliah di fakultas syariah, nol pemahaman
dalam ilmu ini ?
Adapun bagi
muslimin secara umum, mempelajari ilmu ini adalah sunnah hukumnya. Yang terpenting
baginya ialah, mengetahui bagaimana hukum dalam suatu hal kemudian diamalkan. Konsep
inilah yang oleh ulama disebut sebagai ‘taklid’. Taklid itu boleh selama ia
belum mampu untuk mengambil istimbat dalam suatu hukum dan ulama yang
ditaklidkan dapat dipercaya keilmuwannya. Hal itu karena, tujuan utama bagi
seorang muslim adalah untuk ibadah (wa maa kholaqtul jinna wal insa illa
liya’budun
) dan bagi orang yang awam, apabila ia harus mempelajari ilmu
ushul fiqh terlebih dahulu, akan membutuhkan waktu yang sangat lama, maka ia
bisa diibaratkan ‘mengambil barang jadi’ dari hasil ijtihad ulama saja.
Apakah ilmu
ushul fiqh Cuma berkutat dalam hal ‘fikih’ dan ‘ijtihad’ saja ? Ternyata,
tidak. Ilmu ushul fiqh itu mencangkup tiga cabang ilmu lain, yaitu ilmu akidah
(ilmu kalam), ilmu bahasa, dan ilmu fiqih sendiri. Dan inilah, salah satu alasan
mengapa saya tertarik dengan ilmu ushul fiqh. Karena, dengan ilmu ushul fiqh
juga, seseorang bisa membantah suatu kekeliruan dalam konsep akidah. Contohnya,
dalam bab ‘asal usul bahasa’ yang sudah pernah saya tulis di sini, kelompok
Mu’tazilah yang diwakili oleh Abu Hasyim mengatakan bahwa asal usul bahasa
adalah dari manusia sendiri. Pernyataan ini oleh Mu’tazilah digunakan sebagai
batu loncatan untuk mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk, karena semua bahasa
dihasilkan oleh manusia yang juga makhluk. Begitu juga melalui bab al
haqiqah
dan majaz juga mempunyai pembahasan akidah yang menarik.
Intinya, bagi
antum yang ingin lebih dalam mempelajari hukum fikih, tidak ada salahnya
apabila antum memperdalam ilmu ushul fiqh. Karena dengan ilmu ini, sangat
membantu antum dalam memutuskan suatu hukum atau membantah suatu kekeliruan
dalam agama Islam. [bfr]


[1]
Definisi ini disampaikan oleh Ibnul Hajib dalam kitabnya Mukhtashar
[2]
Mukhtashar Muntahas Sul wal Amal
[3]
Minhajul Wushul ila Ilmil Ushul

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *