Bilal
Fahrur Rozie
Akhir-akhir ini, beredar sebuah video yang memperlihatkan beberapa orang
sedang mengumandangkan adzan. Dari awal ia melatunkan adzan tersebut, tidak ada
yang aneh. Namun, ketika sudah sampai di lafal, “Hayya alash Sholah”
(Mari mendirikan sholat) diganti dan dirubah menjadi “Hayya alal Jihad”
(Mari menuju Jihad). Lantas pertanyaan yang muncul kemudian ialah bolehkan
mengganti lafal adzan dengan lafal hayya alal jihad tersebut?
Sebelum kita lebih jauh membahas hal tersebut, perlu disini kita
lampirkan asal mula lafal adzan yang sudah sangat kita kenal saat ini. Pernah
suatu saat, ketika Rasulullah memerintah para shahabat untuk memasang sebuah
lonceng sebagai penanda masuknya waktu sholat, salah satu shahabat yaitu
Abdulllah bin Zaid tidur dan memimpikan sesuatu. Dalam mimpinya itu, ia
didatangi oleh seseorang yang membawa lonceng. Melihat hal itu, Abdullah bin
Zaid memanggil orang tersebut serambi berkata ‘Wahai Saudaraku, apakah engkau
menjual lonceng itu?’. Orang tersebut pun menjawab,’Akan kamu gunakan untuk apa
lonceng ini?’. Abdullah menjawab,’Akan kami gunakan untuk mengumumkan masuknya
waktu sholat’. Orang tersebut Kembali menjawab,’Mau kah kamu aku tunjukan suatu
hal yang lebih baik dari pada lonceng itu?’. Abdullah menjawab,’Tentu !’. Orang
itu pun mengajarkan kepada Abdullah lafal adzan sebagaimana yang kita ketahui
saat ini. Keesokan harinya, Abdullah bin Zaid pun mendatangi Rasulllah dan
menceritakan kepada beliau mimpinya tersebut. Mendengarkan ceritanya, Rasulullah
pun mengatakan,’Itu adalah mimpi yang benar’ dan beliau memerintah Bilal bin
Rabah untuk mengumandangkan adzan dengan lafal yang telah ia lihat di mimpinya
tersebut. [1]
Jelaslah dalam hadits tersebut, bahwa lafal adzan ialah sebagaimana yang
sudah kita kenal saat ini, dengan tanpa adanya tambahan sama sekali. Meskipun
demikian, ketika hujan, dingin yang sangat menusuk atau keadaan-keadaan lain
yang memaksa untuk tidak bisa hadir sholat di masjid, maka disunnahkan untuk
mengganti lafal ‘hayya alash shalah‘ menjadi ‘shallu fii rihalikum‘
(sholatlah kalian di tempat kalian masing-masing) atau ‘shallu fii buyutikum‘
(sholatlah kalian di rumah). [2]
Selama penulis meneliti dan mempelajari ayat dan hadits yang berkaitan
dengan adzan, tidak ada satupun ayat maupun hadits yang menyebutkan bolehnya
mengganti lafal hayya alash sholat tersebut menjadi hayya alal jihad.
Artinya, memang lafal hayya alal jihad tersebut, tidak ada contoh dari
Rasulullah SAW. Suatu ibadah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah, tentu
tidak boleh untuk dijalankan.
Namun, meskipun hal itu tidak ada contohnya dari Rasulullah, tidak boleh
juga kita mengatakan bahwa orang yang menjalankan adzan dengan lafal tersebut
berhak untuk dipenjara. Mengapa? Ini semua adalah ranah ijtihad yang tentunya
ada salah dan benar. Dan, semua itu diperbolehkan dalam tataran pemikiran
ijtihadiyyah. Analoginya, ada orang yang melakukan qunut shubuh dan ada juga
yang tidak melakukannya. Tentu, tidak boleh bagi orang-orang yang tidak menjalankan
qunut shubuh untuk melaporkan dan memenjarakan orang yang melakukan qunut shubuh.
Semua ini adalah ranah ijtihadiyyah. Sangatlah wajar di ranah ijtihadiyyah ini
ada perbedaan pendapat. Yang terpenting, selama perbedaan itu masih di ranah
furu’, sesama muslim harus saling menghormati dan toleransi. Di situlah letak
ukhuwah. []
[1] Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, vol. 1, No. 499, Hal. 372.
[2] Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, vol. 2, No.
1061, Hal. 291.
Suka menulis, membaca dan belajar. Alumni Islamic University of Madinah dan kini sedang melanjutkan study di fakultas Studi Islam UMJ.